Sabtu, Desember 27, 2008

Selamat Ultah Qilla, Mamnoor!


Bulan Desember Aqilla dan Mamnoor berulang tahun. Aqilla 11 Desember dan Mamnoor 25 Desember. 11 Desember 2008 kemarin, Ultah Qilla dirayakan secara sederhana. Hanya keluarga dan kerabat dekat yang diundang. Itupun hanya makan mie rebus bakso dan kue ultah. Untuk anak-anak, dibekali beberapa aneka kue jajanan. Tujuannya biar mereka gembira saja, mendapatkan kue tambahan.
Sebelumnya, kami ''ngerjain'' Aqilla sampai dia menangis. Setelah itu, tangisan Aqilla berganti dengan tangisan juga. Hanya saja berbeda makna. Tangisan pertama, benar-benar jengkel karena dituduh korupsi uang jajan. Tangisan kedua, tangisan bahagia, karena terharu, dengan perhatian seluruh keluarga.Apalagi setelah itu Qilla dihadiahi sebuah jam tangan yang diidam-idamkannya.
Setelah Qilla, menyusul ultah Mamnoor 25 Desember kemarin. Sayangnya tidak dirayakan. Padahal sudah disusun rencana, apa saja yang akan dibuat. Ya, makanannya, kuenya dan acaranya. Tapi semuanya buyar. Atuk Bah kecelakaan dan dirawat di rumah sakit. Waktu mama lebih banyak dengan Atuk Bah. Untungnya Mamnoor masih kecil. Jadi, tak berkecil hati ultahnya diabaikan.
Selamat Ultah ya, Qil...Mamnoor...kami semua sayang padamu. Semoga sehat selalu dan belajarnya tambah rajin.Khusus untuk Qilla, ingat tanggung jawabmu sebagai perempuan yang sudah baligh. Qilla sudah tahu, kan apa maksudnya.
Dan juga, mama ucapkan terimakasih pada Aqilla, karena sudah memberikan sesuatu terbaik, walau masih bertahan di peringkat empat. Mama yakin, Aqilla akan terus berusaha menjadi yang terbaik. Kata guru Qilla, sewaktu mama ambil raport (27/12/2008), nilai Qilla sebenarnya naik, begitu juga dengan kawan-kawan tiga besar. Persaingan makin ketat. Jangan patah semangat, ya.
Untuk Mamnoor, cepat besar, pintar dan jangan suka jajan. Selalulah menjadi anak yang menggemaskan dan menghibur seluruh keluarga. Sun sayang yang lamm....ma ya dari mama, papa, kakak dan abang.


Pustaka Soeman HS


Papa sedang mengamati Qilla, Ifa dan Zaki membaca buku

Ifa dan Zaki serius membaca buku cerita

Qilla dan Ifa juga serius baca buku

Hanya Mamnoor yang tak ikut ke Perpustakaan. Saat kami pergi, Mamnoor sedang tidur. Kasihan kalau dibangunkan.

Inilah Gedung Pustaka Soeman HS yang terletak bersebelahan dengan Kantor Gubernur Riau.

Anak-anak begitu girang ketika aku ajak mereka ke Pustaka Soeman HS. Betapa tidak. Mereka sudah berkali-kali minta ke sana, tapi waktunya saja belum pas. Nah, Sabtu 27 Desember 2008, usai mengambil raport Qilla, barulah kami sempat mengunjungi pustaka. Saat itu juga Qilla dan Ifa mengurus kartu anggota. Mereka cukup menyediakan foto saja sebanyak tiga lembar, selanjutnya diurus oleh petugas pustaka yang kebetulan adik sepupuku. Bisa dibilang urusan semuanya lancar dan cepat. Segala sesuatunya diselesaikan oleh adik sepupuku itu, bernama Rini.
Dengan adanya kartu anggota, anak-anak bisa meminjam dua buah buku (maksimal) per kartu anggota. Karena kartunya ada dua, atas nama Qilla dan Ifa, jadinya bisa pinjam empat buah buku. Kebetulan anakku empat orang, masing-masing memilih bukunya sendiri. Sedangkan untuk Mamnoor dipilih kakaknya buku belajar membaca abcd. Walau Mamnoor sudah mengetahui semua huruf abjad dari a sampai z, tapi Mamnoor masih belum tahu, kalau a itu apel, b buku, c ceri dan seterusnya. Selama ini Mamnoor hanya bisa membaca kata-kata mama, papa, abang, kakak, adik, bola, boneka, nenek dan beberapa kata yang ada di lingkungan rumah.




Sabtu, Desember 20, 2008

Asyik, Dapat Door Prize Polygon


Gembira, usai menerima hadiah sepeda gunung.

Salah satu lomba pukul bantal di Semarak Pers 2008. Pemenang utamanya mendapatkan satu unit kulkas.

Mamnoor tak peduli dengan kehebohan sekelilingnya. Yang penting bisa mandi gratis sepuas-puasnya di kolam renang Hotel Aryaduta.

Mamnoor sedang diawasi papa biar mainnya tak jauh-jauh.

Mamnoor siap-siap megang handuk untuk mandi, tapi difoto dulu sama mama.

Tiga ABG (Amak Berlagak Gadis) Riau Pos Grup, Nurizah Johan, Deslina dan Larashati, Pemred Riau televisi.

Foto menjelang lomba tusuk balon. Larashati (bertopi) salah satu pemenangnya.

Sempat-sempatnya minta difoto saat menyaksikan perlombaan.

Mamnoor digendong papa.


Di setiap penghujung tahun, sebuah perusahaan minyak terbesar di Riau dan Indonesia, Chevron Pacific Indonesia (CPI) --dulunya Caltex--- mengadakan acara Semarak Pers bagi wartawan seluruh media cetak dan elektronik yang berdomisili di Pekanbaru. Acara ini disambut hangat insan pers setiap tahunnya. Selain mengikat silaturahmi dengan CPI sebagai mitra kerja wartawan, Semarak Pers ini banjir hadiah. CPI selalu mengerti kebutuhan jurnalis dengan menyediakan hadiah-hadiah yang menarik dan sangat diperlukan.
Semarak Pers 2008 yang berlangsung Sabtu, 20 Desember 2008, digelar di Taman Hotel Aryaduta. Tahun-tahun sebelumnya, Semarak Pers selalu digelar di lapangan terbuka, seperti bumi perkemahan Chevron di Rumbai dan Taman Rekreasi Alam Mayang. Dua tempat yang disebutkan ini, cukup luas dan nyaman. Ternyata di Hotel Aryaduta lebih menarik. Selain rumput hijaunya cukup representatif untuk acara tersebut, juga didukung kolam renang. Karena itu pula, Semarak Pers kemaren, ditambah lomba pukul bantal di atas kolam. Lomba ini belum pernah diadakan, karena, memang tempat yang dipilih tak pernah ada kolamnya.
Suasananya sangat meriah. Setiap tahun ada saja hal yang baru disediakan CPI. Tiga tahun terakhir ini acara diserahkan ke EO (even Organizer) yang terdiri dari anak-anak muda. Kontan saja, anak-anak ini membuat acara lebih hidup dan bergairah.
Selain pukul bantal di atas kolam renang, yang juara pertamanya mendapatkan hadiah sebuah kulkas (wow!), lomba lainnya tusuk balon dengan mata tertutup, merangkak di atas telur yang dibatasi jaring plastik, menembus jaring laba-laba tanpa menyentuhnya, lomba domino, lomba joget, dan lomba mencari teman dari 10 menjadi empat. Ke semua pemenang lomba mendapatkan hadiah yang menarik, lebih dari satu hadiah. Belum lagi door prize nya yang juga heboh, antara lain Laptop dua unit, TV, kulkas, kompor gas plus tabung, sepeda gunung merk Polygon dua unit, dan hadiah hiburan lainnya, seperti USB, kaos dispenser dan lainnya.
Kebetulan, saya mendapat hadiah sepeda gunung. Harganya masih tercantum di sepedanya sebesar Rp1.120.000. Seneng banget. SOalnya anak-anak sangat memerlukannya. Mereka selalu mendesak minta dibelikan sepeda lagi. Sebab, sepeda lama mereka sudah kecil karena badan mereka terus membesar. Kadang-kadang sering juga melihat-lihat sepeda, tapi harganya rata-rata di atas satu juta merk Polygon. Itu pun mungkin termasuk yang paling murah bagi Polygon. Merek lainnya memang ada di bawah satu juta, tapi hati ini cenderung polygon juga. Soalnya memang kuat. Terbukti punya anak-anak sejak kecil sampai sekarang masih bisa dimainkan, termasuk Aqilla. Walau sebenarnya, menurut usia dan ukuran badannya sudah tak pantas lagi menungganginya. Sesekali Qilla tetap saja keliling lingkungan dengan sepeda mininya itu.
Bayangkan saja. Betapa bahagianya anak-anak, mamanya mendapatkan door prize sepeda yang diidam-idamkan. Langsung mereka main sepeda baru secara bergantian, karena ingin mencoba yang baru. Sepeda lama untuk sementara diabaikan.Kebahagiaan mereka juga saya rasakan, apalagi nggak jadi mengeluarkan uang jutaan hanya untuk sepeda.***

Lokakarya Redaktur


Foto bersama dengan peserta dan pembawa makalah. Aku (jilbab hitam) berada di tengah-tengah sebelah Kepala Biro Antara Riau, Evi R (baju garis2 jilbab putih)



Lokakarya Bahasa Indonesia, Bahasa Media

Kamis, 18 Desember 2008 kemarin, aku mengikuti lokakarya Bahasa Indonesia, Bahasa Media. Lokakarya ini ditaja oleh LKBN Antara Biro Riau, yang dipimpin seorang wanita, temenku, Evi Ratnawati Syamsir. Tema ini diangkat karena bahasa yang digunakan media akhir-akhir ini sudah merusak tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak media salah kaprah menggunakan istilah, singkatan, dan penggunaan lainnya. Kalau dibiarkan, hal ini bisa berbahaya. Bisa-bisa masyarakat mempercayai kalau itulah yang benar. Padahal kenyataannya, media juga banyak salah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan yang benar.
Lokakarya ini diharapkan agar media terutama para jurnalis dan penulis, kembali menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa, seperti yang telah dikeluarkan Pusat Bahasa.
Sebanyak 30 lebih redaktur dari media cetak dan media elektronik mengikuti lokakarya ini yang dilaksanakan di aula Pustaka H Soeman HS. Pustaka ini baru saja selesai dengan arsitektur yang cukup megah. Katanya, pustaka ini yang terbesar di Asia. AKu juga mengakui, keindahan pustaka ini. Memang bagus dan megah. Buku-bukunya juga komplit. Dan aku menjadikan pustaka ini sebagai salah satu wisata pendidikan bagi anak-anakku. Sebab, begitu banyak buku anak-anak yang bisa dibaca. Apalagi ruangan pustaka anak tersendiri, di lantai dasar. Tempatnya aman dan nyaman.


Senin, Desember 15, 2008

Asyik, Futsal Lagi


Bahagianya setelah bagi-bagi hasil usaha.

Beginilah aksi awak redaksi usai penerimaan hadiah futsal.

Para pemenang futsal yang diwakili perempuan di masing-masing grup.

Pimpinan Umum Riau Pos H Makmur yang juga satu tim, membagikan uang hadiah untuk dibagi-bagi ke seluruh tim Pro Otonomi, sebagai juara ketiga.

Ini lho hadiahnya. Empat Juta Rupiah, bo!

Disaksikan Pemred Riau Pos Zulmansyah, Wapemred Syamsul Bahri Samin, yang juga ikut gembira melihat keceriaan awak redaksi Riau Pos.

Teman-teman redaksi kembali bakal mengadakan tanding futsal. Kalau tahun 2008, pertandingan khusus untuk awak redaksi. Tapi rencananya untuk tahun 2009, redaksi mengembangkan sayapnya dengan mengundang tim pemasaran dan tim iklan. Masing-masing hanya diundang satu grup dengan jumlah personilnya 10 orang.
Menurut Pemimpin Redaksi Riau Pos, Zulmansyah, pertandingan futsal ini ternyata terbukti mengikat silaturahmi antara redaksi. Bukan itu saja, pertandingan semakin menarik dengan hadiah-hadiah yang diberikan.
Kalau tahun 2008 lalu, nama-nama tim diambil dari rubrik koran Riau Pos. Misalnya, Pro Otonomi (grupku), Metropolis, Liputan Khusus, Nasional, Selebritis dan lainnya.
Untuk 2009 ini, belum tahu pasti apakah namanya masih mengambil dari rubrik koran. Saat aku nulis ini, masih pembukaan pendaftran bagi siapa yang berminat. SOalnya, Futsal 2008, ada teman-teman yang dimasukkan dalam tim, tidak aktif. Makanya, untuk Futsal 2009, yang mendaftar harus konsekuen dengan tekadnya. Kalau ternyata memang sanggup hadir dalam pertandingan tanpa halangan apapun, silahkan mendaftar. Tapi, kalau rasa-rasanya memang tak minat atau tak dapat hadir secara kontinu, ya, mendingan nggak usah daftar. Hal itu akan merepotkan tim saja.
Untuk Futsal 2008, timku Prootonomi berhasil meraih juara tiga. Hadiahnya sebesar Rp4000.000. Lumayan dibagi-bagi sesama tim yang jumlahnya 12 orang.
Mudah-mudahan saja Futsal 2009 aku bergabung dengan tim yang hebat. Biar bisa mendapat hadiah yang hebat pula. Rp10 jeti, bo!!!!Lumayan, kan?

Up Grading Redaktur



Sabtu 13 Desember 2008, kami awak redaksi, mulai dari reporter, redaktur, koordinator liputan, redpael dan asisten, mengikuti up grading jurnalistik di Hotel Furaya, Pekanbaru.
Up grading tersebut selain menyambut akhir tahun, juga menyegarkan kembali awak redaksi Riau Pos, yang selama ini hanya berkutat di kantor. Selain itu, juga untuk mengulang ilmu yang mungkin ada yang terlupakan, sekaligus menambah wawasan baru tentang kondisi riil perusahaan, yang intinya, pada tahun 2009 redaksi harus memiliki semangat baru untuk berkarya, berproduksi, sehingga Riau Pos selalu dinanti penggemarnya setianya.

Sabtu, Desember 13, 2008

Ojek Perahu (Sampan)



Tak mau ketinggalan momen saat mewawancarai tukang ojek perahu. Usai wawancara di atas perahu, aku minta difoto juga.
Farida tersenyum saat kameraku membidiknya yang sedang mengayuh perahu (di bawah).


Untuk kepentingan sebuah organisasi keagamaan BKMT yang ingin menerbitkan buku Opini 100 Perempuan Riau, yang akan diluncurkan Januari 2009 mendatang, aku diminta mewawancarai perempuan-perempuan marjinal yang harus berjuang hidup agar tetap survive, seperti tukang ojek perahu, penyapu jalan, pebersih gorong-gorong kota, loper koran, tukang parkir, Pembantu Rumah Tangga, Tukang pijat, pemulung dan sebagainya. Untuk mewawancarai mereka-mereka ini tidak sedikit energi yang ku keluarkan.
Misalnya ketika meminta waktu seorang pengojek perahu.Farida, ibu lima orang anak ini, sehari-harinya bekerja sebagai tukang ojek perahu di sungai Siak. Walau sudah ada jembatan, namun warga yang tak memiliki kendaraan lebih memilih naik perahu ke seberang, ketimbang melalui jembatan. Lebih cepat memang. Apalagi kondisi jembatan sudah padat oleh kendaraan yang berseliweran, walau jalan khusus untuk pejalan kaki juga disediakan.
Waktu aku ingin bertemu dengannya, Farida sedang berada di seberang. Untuk memanggilnya ke seberang tempatku, harus ada yang membantu. Untung temannya mau meneriaki sambil melambaikan tangan meminta Farida segera datang ke tempatku. Mungkin berharap ada penumpang, Farida segera ke seberang tempatku. Setelah mengetahui aku mau mewawancarainya, Farida menjawab ketus, terkesan putus asa.
''Wawancara-wawancara terus, tapi tak pernah mendapat bantuan,'' kata Farida.
Jawaban itu bukannya membuat nyaliku ciut, tapi justru aku penasaran, mengapa dia sampai berbicara seperti itu. Tentu ada alasan kekecewaannya itu dilimpahkan kepadaku. Lalu aku naik perahunya dan membuka pembicaraan yang sekiranya bisa membuat farida tidak terganggu. ALhamdulillah, walau awal sambutannya kurang menyenangkan, ternyata farida cukup ramah. Farida kecewa karena sudah banyak dia diliput media, baik cetak maupun elektronik, tetapi tak ada yang peduli akan nasibnya. Suaminya hanya sebagai buruh bangunan yang kadang dapat job kadang tidak. Makan sehari-hari sangat tergantung dengan hasil ojek sampan. Sementara mereka memiliki lima orang anak. Diantara kelima anaknya itu, hanya satu saja yang sekolah kelas dua SD, yaitu anak yang keempat. Si bungsu masih berumur dua tahun. Anak ke satu, kedua dan ketiga, terpaksa tak sekolah. Bahkan anak ketiganya terpaksa putus sekolah karena tak ada biaya. Padahal baru beberapa bulan mengenyam pendidikan di SMP swasta.
Makanya Farida berharap, ada yang membantu pendidikan anak-anaknya. Kalau untuk makan saja, dirinya mengaku sanggup. Cerita Farida ini memang membuatku miris, terenyuh. Hari gini masih banyak anak usia sekolah yang tak sekolah karena biaya? farida aku sarankan untuk mengadu ke wakil rakyat. Biasanya cukup ampuh. Ada saja nanti orang mampu yang mau menyekolahkan anaknya. Tapi farida tak mau. AKu pun bertekad akan menyampaikan nasib Farida ini ke organisasi BKMT. Mudah-mudahan BKMT mau menjadi orangtua asuh bagi anak-anak farida.




Jumat, Desember 12, 2008

Penjara Perempuan


Salah seorang penghuni Lapas (lembaga pemasyarakatan) anak dan wanita Pekanbaru adalah bidan kampungku, nomor dua dari kiri. Namanya Mbah Waginem. Mbah Waginem terseret kasus aborsi. Si pelaku yang hamil di luar nikah minta obat kepada 
Mbah Waginem biar kandungannya bisa dibuang. Alasannya, dia malu hamil di luar nikah. 
Oleh Mbah waginem, si pelaku disuruh minum Kiranti. Jumlahnya tidak diceritakan 
Mbah kepadaku. Hanya beberapa hari setelah minum Kiranti, janinnya keluar. Tapi 
saat itu tidak terjadi apaapa pada wanita tersebut. Mbah Waginem merasa nggak beresiko, 
lalu pergi ke 
Tanjung Pinang untuk menemui keluarga yang sedang pesta. Saat itulah aku membaca berita
kalau Mbah Waginem sedang diburu karena kasus aborsi. Dia disebut melarikan diri. 
Akhirnya persembunyiannya diketahui di Tanjung Pinang. 
Menurut Mbah, sewaktu polisi datang menemuinya di Tanjung Pinang, mungkin minta bantuannya. Soalnya, sebulan sebelumnya dirinya membantu istri polisi yang melahirkan. Ehhh..nggak tahunya dia ditangkap dan dibawa ke Pekanbaru sebagai tersangka.
Apapun itu, menurutku Mbah Waginem memang khilaf. Mungkin saja dia perlu uang sebab
saat itu dia dibayar satu juta rupiah. Sisanya kalau wanita tersebut ada uang akan diberikan lagi. Mbah Waginem membantah kalau dia dibayar empat juta rupiah. Yang benar dua juta saja, katanya. Aku hanya bisa mendengarkan saja curhatnya Mbah waktu aku berkunjung ke Lapas. Kebetulan aku sering ke sana meliput acara ibu-ibu BKMT yang diketuai mertuanya Gubernur Riau, Hj Roslaini Ismail Suko. Saking seringnya aku ke lapas, aku memiliki banyak teman di sana. Rata-rata kasus yang menimpa mereka narkoba. Kasus lainnya bisa dihitung.

Foto di atas aku ambil di kamar nomor lima di Lapas Anak dan Wanita. Tempatnya Mbah Waginem. Saat itu Mbah Waginem baru satu minggu menjadi penghuni lapas, titipan dari Mapolres yang kehabisan tempat. Di kamar, Mbah Waginem juga tak kebagian dipan. Dia terpaksa tidur di lantai dekat pintu. Dalam hati aku kasihan sekali melihatnya. Tapi aku bisa berbuat apa? Yang ku bisa hanya memberinya semangat agar tabah menjalani segala cobaan hidup yang dilaluinya.

Para penghuni Lapas Wanita yang sedang mendapat siraman rohani dari BKMT Provinsi Riau. Peristiwa ini menjelang Pilkada Riau. Kesempatan tersebut digunakan untuk kampanye terselubung dengan membagikan jilbab putih yang bertuliskan RZ (Rusli Zainal) yang berhasil merebut hati rakyat Riau.

Ira (paling kanan) minta difoto untuk kenang-kenangan. Tapi dia wanti-wanti juga, kalau foto mereka tidak dipublikasikan.

Ira bersama siapa, ya? Aku lupa. Yang aku ingat aku punya hutang dengan teman satu ini. Hutangku ya foto ini. Sapai dia bebas, aku belum juga sempat ke penjara memberikan foto ini. Padahal dia berharap agar aku bisa memberikan fotonya sebelum dia bebas dan kembali ke kampung halamannya di Padang. Kasusnya kalau tak salah pencurian. Sedangkan Ira (biru muda) narkoba sebagai pengedar. Kalau tak salah lagi dia akan bebas Maret 2009 mendatang setelah tiga tahun menjalani hukuman.

Sabtu, Desember 06, 2008

Ulangtahunku


Aku sedang menyuapkan adikku Julia

Menyuapkan Ita

Menyuapkan Kak As (kakak sepupu)

Menyuapkan Cik Ida (adik ibu)

Menyuapkan Maktuo (kakak ibu)

Menyuapkan Ibuku

Menyuapkan ayahku

Keluarga besarku

Memotong kue tart

Seumur-umur, barulah HUT ku dirayakan. Oleh keluarga besarku lagi. Sama sekali tak kusangka dan tak akan pernah terbayangkan. Sudah kepala empat baru dirayakan. Bayangkanlah. Persoalannya selama ini aku dan keluarga besarku tak tahu tanggal persis kelahiranku. Kata kedua orangtuaku, mereka juga tak tahu kapan aku lahir. Mereka hanya mengira-ngira saja dan bertepatan dengan si anu dan si anu. SI anu malam dan aku siang. Bahkan kadang-kadang si anu siang aku malamnya. Lalu tanggal yang ada di ijazahku itu?
Ceritanya bermula ketika aku mau masuk SD. Maka diperkirakanlah umurku tujuh tahun saat itu. Setelah dikira-kira, ayahku menetapkan tanggal lahirku sama dengan kelahiran pejuang emansipasi wanita Indonesia, RA Kartini, 21 April . Kenyataan itu mau tak mau aku terima. Akibatnya aku tak pernah merayakan ultah, karena aku menganggap aku tak punya tanggal dan bulan kelahiran.
Sebenarnya tak sedikit yang memberi ucapan ultah padaku setiap tanggal 21 April. Aku hanya tertawa saja dan berterimakasih atas ucapan itu. Tapi sama sekali tak ada istimewanya bagiku.
Nah, kemarin, tepatnya akhir Syakban atau 31 Agustus 2008, kami sekeluarga biasa berkumpul untuk menyambut Ramadan, saling maaf-maafan dan makan siang terakhir bersama.  Usai makan siang, tiba-tiba aku ke belakang dan melihat piring bertumpuk. Biasanya adik-adikku tak pernah membiarkannya seperti itu. Aku pun turun tangan. Mulailah aku mencuci gelas. Tapi, baru beberapa saja yang aku cuci dengan khusyuknya, ibuku ke belakang dan memintaku untuk berhenti mencuci. Aku jawab, biar saja aku selesaikan. Tak lama ibuku kembali lagi. Setengah 'memaksa' dengan dalih beliau minta bantuanku di depan, maka aku sudahi mencuci dan beranjak ke depan
Baru saja beberapa langkah memasuki ruang keluarga, aku langsung disambut dengan nyanyian selamat ulang tahun. Lalu aku digiring menuju sebuah meja kecil yang diatasnya sudah 
tersedia sebuah kue tart berlapis coklat. Di atasnya juga sudah tersedia beberapa buah lilin yang sebagiannya sudah dinyalakan. Kontan saja aku diminta meniupnya sekaligus memotong kuenya.
    Dengan ekspresi wajah bahagia bercampur heran, aku ikuti saja kemauan keluarga besarku itu. Aku tiup lilinnya dan aku potong kue tart dan ku suapkan kepada orang-orang tercinta. Suapan pertama kuberikan kepada ayahku yang hanya pakai singlet dan 
menyandar di dinding karena merasa gerah habis makan siang. Berikutnya kepada ibuku, 
maktuo (kakak ibuku), Cik Ida (adik ibuku), Kak As (anak maktuo), Julia, Ita (adik2ku). Setelah itu 
semuanya menyerbu kue tanpa sempat aku suapkan. Kata mereka kelamaan menunggu giliran. He,he,he, aku tertawa saja 
melihat kebahagiaan di keluarga besarku itu tanpa ku duga sama sekali perayaan dadakan 
(atau mungkin sudah direncanakan?)  
Yang pasti aku tetap merasa heran, mengapa keluargaku merayakan ultahku tersebut.  Ternyata ...(ini yang membuatku tambah haru) ibuku berusaha mencari tahu kapan persisnya aku dilahirkan. Yang beliau ingat ada saudaranya yang sama-sama hamil dan sama-sama melahirkan dalam waktu yang sama. Hanya jamnya saja yang beda. Dari keterangan saudara kami itu, terkuaklah misteri 40 tahun lalu. Aku dilahirkan Senin dinihari 28 Agustus. Aku tanya lagi kebenarannya dengan ibuku. Soalnya ibuku juga pernah memberitahuku tanggal 26 Agustus. Dan tanggal ini pun hampir kupercayai karena ibuku pernah mengaku bertanya kepada saudara kami tersebut. Lha, sekarang kok berubah jadi tanggal 28 Agustus. Menjawab 
keraguanku itu Ibuku kembali meyakinkan dengan mengatakan saudara kami tersebut ikut pula meyakinkan 
kepada ibuku soal kelahiranku itu.
Aku harus percaya, karena usaha ibuku tersebut. Walau sudah setua ini beliau mencari tahu sekaligus menjawab keraguannya sendiri tentang kelahiranku. Aku maklum, ketika ibuku hanya bisa menjawab 
mereka lupa dan tak sempat mencatat kelahiranku. Waktu itu mereka masih muda, 
dan sesungguhnya mereka juga tak bisa menjawab mengapa mereka sampai tak mencatat 
kelahiranku. Pada akhirnya mereka hanya bisa mengatakan ''maklum orang zaman dulu''.
       Tentang diriku, aku merupakan anak kedua. Kakakku perempuan bernama Nurjannah, meninggal waktu kecil. Setelah aku, dua adik kembarku yang juga perempuan diberi nama Nurwita Nurwati juga meninggal waktu berumur sekitar dua mingguan. Keduanya terserang penyakit demam tinggi. Mungkin saja adik-adikku terlambat mendapat pertolongan medis, sehingga dalam waktu dekat mereka meninggal. Setelah itu aku dengar dari cerita ibu, beliau hamil lagi. Tapi keguguran. Jenis kelaminnya bisa diketahui, perempuan juga. Tak lama melahirkan lagi anak perempuan, Ruzimah. Saat ini ruzi menjadi guru di SMU 5. Kemudian adikku lahir lagi. Perempuan lagi. Namanya Julia. Hanya Ibu Rumah Tangga sambil mengamalkan ilmunya mengajar anak-anak mengaji di musalla dekat rumah. Selanjutnya adikku perempuan lagi. Rosmita, namanya. Sekarang jadi dosen di UIN Suska Pekanbaru. Adikku setelah ini barulah laki-laki, Abdul Hakim. Baru saja diangkat menjadi PNS di Pemkab Kampar, Riau. Dan si bungsu juga laki-laki, Hammam Zaki. Dia masih kuliah di UIN Suska sambil belajar bisnis buka konter HP.

Sabtu, November 15, 2008

Bermain Odong-odong




Sambut Ketua MK Mahfud MD


Ketua Mahkamah Kontitusi Mahfud MD 8 November 2008 berkesempatan mengunjungi redaksi Riau Pos usai menghadiri pengukuhan Guru Besar UIR Dr Elly Chaidir. Kedatangan Mahfud MD disambut beberapa awak redaksi saja, mengingat kedatangan Pak Mahfud pada hari Sabtu yang notabenenya banyak yang libur. Kebetulan saya saat itu (jilbab hitam)  menjabat sebagai redpel Ahad Riau Pos, dan ikut menyambutnya. Pak Mahfud tidak berlama-lama di Riau Pos, setelah berbincang sebentar mengenai perkembangan kota, Pak Mahfud langsung berdialog di RTV.

Feature

Warga Okura Pasca Ditebangnya Kebun Karet Eks PT Bintan
‘’Kami Takut Kampung Ini akan Sepi Ditinggal Penghuninya’’



Jangan terkejut bila sewaktu-waktu kami mendatangi rumah tuan-tuan, sebab tak ada lagi yang hendak kami makan. Sekarang ini saja sudah banyak teman kami yang bertandang ke seberang, untuk mendiamkan kampong tengah yang terus bergendang. Belum lagi tangisan anak-anak kami yang mulai lantang, sebab tak tahan dengan bujukan kami yang sumbang tentang masa depan mereka .



PULUHAN warga Okura menjerit. Sebuah jeritan yang tak pernah didengar atau sengaja menutup telinga pura-pura tak mendengar? Biar terkesan ketakpedulian terhadap mereka karena tidak tahu, bahwa puluhan jiwa bahkan ratusan sudah lama menangis. Mereka menangis bukan hanya mereka sudah terlalu lama terisolir. Mereka menangis bukan karena mereka sudah terlalu lama dalam kegelapan. Mereka menangis bukan karena jalan menuju tempat mereka tak pernah mulus. Semua itu sudah sejak dulu mereka tangisi, sehingga mereka bosan menyeka sendiri air mata mereka. Sekarang ini tangisan mereka makin menjadi-jadi bahkan disertai jeritan, ketika sumber kehidupan mereka, sebuah kebun karet peninggalan pemerintahan Jepang tiba-tiba saja diratakan buldozer.
Warga Okura terhenyak. Terutama sekitar 80 kepala keluarga yang bergantung hidup dari kebun yang juga eks PT Bintan tersebut. Bulan Maret 2008 lalu, tiba-tiba saja mereka melihat sebuah alat berat siap membabat mata pencarian mereka Jawaban yang mereka terima lebih mengejutkan lagi, kalau kebun yang menjadi tumpuan hidup itu sudah dijual dan dibeli oleh seorang pengusaha bernama Edi Suryanto.
Perwakilan warga Okura, Samiun, Amir Hamzah Ketua LPM (Lembaga Pengembangan Masyarakat) Okura yang juga Kepala Sekolah SDN 019 Okura, terus mencari tahu siapa yang telah berani menjual kebun yang sudah mereka garap sejak tahun 1957 itu? Kalau seandainya dijual, mengapa bukan mereka? Sebab selama itu hingga sekarang, tak ada yang memanfaatkan kebun tersebut selain mereka.
Setelah diusut, warga Okura mendapatkan nama Jarun cs yang telah menjual kebun karet tersebut atas nama Batin Tenayan. Bagaimana pula tanah yang tak pernah bersengketa atau disengketakan selama setengah abad lebih itu tiba-tiba diklaim Batin Tenayan? Mulai saat itu warga Okura merasa terganggu, walau mereka setiap harinya tetap saja menakik getah untuk biaya hidup mereka dan menyekolahkan anak-anak mereka.
Untuk mempertahankan urat nadi kehidupan mereka, warga Okura terus menelusuri hingga ke camat. Ternyata keterangan yang mereka peroleh sudah diterbitkan sebanyak 113 surat dengan luas tanah 226 hektar
Merasa tak mampu menyelesaikan sendiri, warga mengadu ke wakil
rakyat dengan mengirim surat pengaduan tertanggal 17 Maret 2008. Isi surat tersebut mengadukan tanah yang mereka garap setelah penjajahan Jepang dan PT Bintan itu telah diperjualbelikan oleh kelompok Jarun dengan menga¬tasnamakan tanah wilayat yaitu Batin Tenayan. Untuk jual beli tersebut, Camat Tenayanraya sudah menerbitkan SKPT (Surat Keterangan Pemilikan Tanah) dengan nama-nama warga dari daerah di luar Okura, seperti Muara Fajar, Lim¬bungan dan Tenayanraya. Tanah tersebut dijual kepada Edi Suryanto yang kantornya beralamat di Jalan Riau.
’’Kami sebagai warga tempatan sudah berusaha semampu kami untuk memberikan keterangan kepada siapa saja yang berusaha membeli tanah tersebut, bahwa kebun itu tidak pernah kami jual kepada siapa¬ pun,’’ ujar Samiun dan kawan-kawan.
Dengan diterbitkannya SKPT oleh camat dan banyaknya preman serta ada juga aparat membeking di lapangan, membuat warga Okura merasa sangat terganggu dan resah siang dan malam.
Untuk itu warga mohon pertolongan anggota dewan sebagai wakil rakyat yang berpihak ke rakyat dalam hal ini Komisi I DPRD Kota Pekanbaru agar mempertahankan kebun karet yang satu-satunya menjadi hara¬pan hidup warga Okura.
Hanya beberapa saat polemik kebun tersebut sempat menghentikan aktivitas pembeli membabat kebun yang terletak di RT 02 RW 13, Kelurahan Sail, Tenayanraya yang keberadaannya di pinggir Sungai Siak berhadapan dengan Kelurahan Okura, Rumbai Pesisir ini. Namun, aksi penebangan kebun kembali dilakukan ketika kaum muslimin menjalankan ibadah puasa. ’’Lucunya yang dibabat hanya kebun sedang hutan yang ditumbuhi kayu biasa dibiarkan saja,’’ aku warga.
Puncaknya terjadi ketika 12 Ramadan 1429 Hijriah, tepatnya 12 September 2008, di saat umat Islam mau berbuka puasa. Apa yang menjadi kekhawatiran warga selama ini terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, akhirnya terjadi juga.Bentrok fisik tak terelakkan. Warga Okura meradang dan berupaya mempertahankan sumber kehidupan mereka dengan melawan kaki tangan pembeli. Kebetulan dalam bentrokan fisik menjelang senja di Bulan Ramadan itu, salah seorang kaki tangan pembeli tanah terluka parah, sementara warga Okura juga tak sedikit mengalami luka-liuka. Namun keadilan berpihak kepada lawan, tiga orang warga Okura akhirnya ditahan, Samiun, Ipat dan Marhalim. Penahanan warga ini membuat warga lainnya tak terima dan berusaha berjuang melepaskan rekan mereka dengan mendatangi Polsek Tenayan dan anggota dewan. Tapi sia-sia. Tiga rekan tetap mendekam di balik jeruji besi. Warga akhirnya tak berdaya dan mau tak mau menerima derita yang menimpa.
Praktis, sejak peristiwa itu, warga tak bisa lagi menakik getah. Sementara kubu Edi Suryanto, tetap meratakan kebun karet tersebut. Semua ditebang. Entah hendak ditanam apa.Otomatis pula puluhan warga Okura yang menggantungkan hidup di eks PT Bintan itu terpaksa menganggur. Mereka berupaya pergi ke daerah lain untuk mencari kebun lain dan berharap bisa dipekerjakan.
’’Kami takut kampung ini jadi sepi tak berpenghuni. Sebab, sudah banyak yang pergi mencari sesuap nasi di luar Okura. Jangan terkejut kalau tiba-tiba kami datang ke rumah kalian.Pak Gubernur, Pak Walikota, tolonglah kami,’’ ujat Ilis diamini warga Okura lainnya.
Nada pesimis yang dilontarkan warga Okura bukan ancaman. Tak ada lagi lahan yang bisa membuat mereka harus bertahan di Okura. Mereka ada yang ke luar daerah seperti Kerinci Pelalawan, Pekanbaru, menjadi buruh bangunan atau tukang dan kerjaan lainnya yang membuat mereka bisa tetap survive.
Padahal Ilis dan kawan-kawan mengaku betah tinggal di kampung mereka walau perhatian tak kunjng datang dari penguasa negeri. Jika janji Pak Wali Kota akan lebih memperhatikan mereka yang berada di pinggiran kota tahun 2009 nanti, niscaya akan sia-sia. Sebab warga sudah mulai tiada.
’’Dengan apa kami membayar listrik jika penerang yang kami rindu puluhan tahun itu benar-benar nyata? Kami tak ada daya dan sebagian kami juga sudah mencari tempat lain,’’ tambah Lis.
Ketua LPM Okura, Amir Hamzah, menambahkan, kalau warga Okura yang sudah meninggalkan Okura sekitar 30-an orang. Mereka pergi entah kemana. Yang jelas mereka berusaha mengais rezeki di tempat lain demi kelangsungan hidup keluarga.


OKURA, DULU DAN KINI
Sebelum Indonesia merdeka sekitar tahun 1930-an, Desa Okura sudah memiliki sekolah. Dari SR (Sekolah Rakyat) kini sudah menjadi SDN 019 Okura. Selain warga yang berdiam di Okura, siswa yang sekolah di sini datang dari Desa Melebung dan Tebingtinggi. Untuk mencapai Okura, siswa yang datang dari luar Okura menggunakan sampan. Hal ini berlangsung cukup lama hingga tahun 1960-an.
Akses ke Pekanbaru juga hanya bisa dilewati jalur sungai. Jalan darat belum dibuka. Otomatis, Okura menjadi desa terisolir. Menurut Amir Hamzah, tahun 1995, ketika Okura masuk wilayah Pekanbaru tepatnya Kecamatan Rumbai Pesisir jalan darat dari Pekanbaru (Danau Buatan) menuju Okura baru dibuka.
Perlu bertahun-tahun lamanya menunggu baru bisa diaspal. Namun warga tetap bersyukur untuk ke Pekanbaru yang sampai tahun 90-an masih melewati jalan sungai sudah bisa ditempuh jalan darat, walau kondisi jalan sangat memprihatinkan baik di kala musim panas terlebih lagi musim hujan.
Perhatian pemerintah setiap tahunnya mulai melirik Okura.Sedikit-demi sedikit jalan menuju Okura diaspal, walau di bagian tertentu belum beberapa bulan dipakai kembali hancur. Puncaknya jembatan Okura juga sudah selesai. Warga dengan mudah bolak balik ke Pekanbaru dan anak-anak Okura yang bersekolah di Pekanbaru sudah bisa pula pulang pergi, tanpa harus menetap di Pekanbaru.
Sayangnya, kehausan mereka akan penerangan belum juga dikabulkan. Hingga saat ini mereka masih dalam kegelapan tanpa penerangan dari PLN. Hanya rumah tertentu saja yang terang karena genset dan bisa pula dialiri ke warga dengan bayaran yang lumayan besar, dibanding jika dikelola PLN. Itupun pemakaiannya sangat terbatas. Mereka bisa menikmati listrik yang hanya dijatah beberapa titik saja selama enam jam. Sejak pukul enam sore sampai pukul 12 malam. Setelah itu mereka kembali dalam kegelapan.
’’Siapa yang tak ingin seperti warga di tengah kota. Kapan saja mereka bisa menikmati listrik. Wajar saja kalau kami tertinggal dalam segala hal, karena kami tak bisa menikmati informasi dan perkembangan terkini,’’ aku Sur, RT di Okura.
PERLU PERHATIAN
Berdasarkan janji Wali Kota Pekanbaru Drs Herman Abdullah MM tahun 2009 akan memprioritaskan desa-desa pinggiran termasuk Okura, disambut baik warga. Walau sudah sering dikecewakan, niat baik Pemko tetap disambut antusias. Sayangnya, dengan banyaknya warga asli yang sudah meninggalkan kampungnya, fasilitas yang dijanjikan Pemko jika benar-benar terwujud, tak bisa mereka nikmati.
‘’Namanya pembangunan tetap saja tidak akan sia-sia. Namun yang disayangkan, yang menikmatinya bukan lagi warga tempatan tetapi para pendatang dari luar. Untuk diketahui, tanah, kebun yang ada di Okura sudah banyak dimiliki orang lain. Bisa jadi fasilitas listrik, jalan yang dibangun Pemko menjadikan mereka tertarik tinggal di Okura,’’ jelas Amir Hamzah.
Warga berharap perhatian pemerintah untuk mencari solusi agar warga tetap bertahan di kampung mereka. Salah seorang tokoh pemuda Okura, Yahya anak Raimin, mengharapkan pemerintah membentuk kegiatan padat karya untuk warga Okura, terutama para pemudanya. Yahya, mengatakan, pihaknya dan sejumlah warga lainnya sedang memikirkan dan mencari kegiatan seperti apa yang sesuai dengan keinginan warga. ‘’Yang penting sebuah kegiatan yang bernilai ekonomis. Kalau kebun rasanya saya pesimis, sebab memerlukan waktu lama. Lagipula tanahnya mana?’’ tandas Yahya, yang penerima Anugerah Sagang tahun 2007 itu.***
(Tulisan ini diterbitkan di Riau Pos edisi Ahad 9 November 2008)

Sabtu, November 01, 2008

Arifa dan Atmam Sakit

Sudah satu minggu anakku Arifa Rizka Tsajjaja sakit. Senin (26/10/2008) setelah mengikuti satu jam pelajaran, tiba-tiba dengan muka pucat Arifa pulang ke rumah. Kebetulan jarak rumah dengan SD anak-anak cukup dekat, jadi anak-anak pulang pergi ke sekolah cukup jalan kaki saja. Melihat wajah Arifa yang kuyu itu, kami orangtuanya langsung saja menyuruh Ifa istirahat biar cepat sembuh. Tentunya langsung pula kami belikan obat di apotik saja seperti biasa. Obat penurun panas ini sebenarnya resep dari dokter spesialis anak. Sewaktu mereka masih balita, ketika sakit mereka kami bawa ke spesialis anak. Setelah mendapatkan obat berdasarkan resep dokter, iseng saya buka sampul botol sirup yang menutupi merek aslinya. Setelah dibuka ternyata obat yang biasa dijual di apotik. Sejak itu pula, saya tak lagi membawa anak ke dokter spesialis. Cukup membeli obat itu saja di apotik. Alhamdulillah, cukup manjur. Kalau berkelanjutan, biasanya saya tambahkan dengan obat antibiotik.
Tapi sudah satu minggu Ifa sakit. Panasnya sudah turun. Ifa menderita panas dalam. Bibirnya sariawan. Praktis Ifa susah makan. Sekalinya mau makan, Ifa mau muntah. jadinya Ifa jadi malas makan. Sebagai orangtua kami khawatir, Ifa akan sakit lagi karena tak mau makan. Mudah-mudahan sifatnya sementara saja setelah kesukaannya sate ayam bumbu kacang dibelikan, selera makannya mulai membaik lagi.
Kesedihan kami sebagai orangtua belum berakhir dengan kesembuhan Ifa. Si bungsu kami, Atmam Noor, juga demam panas. Kadang hilang di siang hari, setelah malam, panasnya meninggi kembali. Siapa yang tak sedih melihat Mamnoor terbaring lemah? Kalau dia sehat, Mamnoor paling lincah. Walau umurnya belum tiga tahun, Mamnor sudah bisa membaca banyak kata. Mamnoor juga sudah tahu semua hurup abjad dari a sampai z, baik huruf besar maupun kecil. Secara perlahan akan kami ajarkan menyambung kata. Kebiasaan Mamnoor lainnya, setiap hari main laptop. Dia paling suka buka word dan menulis kata-kata yang sangat dia hafal MAMA. Lucunya, huruf yang dia buat sangat menarik. Hampir semua jenis hurup yang disediakan di word dia gunakan, ditambah lagi membuat bingkai. Kami saja (orangtuanya, kakak dan abangnya) belum bisa membuat yang macam-macam seperti itu. Tapi Mamnoor sudah bisa, dan juga sangat ekspresif! Bagi kami Mamnoor anak ajaib. Jenius dengan kepandaiannyan yang melebihi teman-teman seusianya di ligkungan kami.
Sekarang Mamnoor tampak lemah, sama dengan kakaknya Mamnoor tak mau maka. Sengaja dibelikan pediasure susu sebagai pengganti makanan, tetap saja Mamnoor tak mau. Mungkin rasanya yang beda dengan susunya, membuat Mamnoor merasa asing. Padahal rasanya cukup enak, rasa vanila. Dan memang Mamnoor sangat memilih makanan. Dia tak bisa sembarangan makan. Tapi kok jajanan semuanya dicobanya. Kalau nggak enak, barulah disingkirkannya.
Ya Allah hanya kepadaMU lah kami memohon. Sembuhkanlah Mamnoor dari sakitnya. Amin.

Kamis, Agustus 14, 2008

Asyiknya Bermain Air Mancul Mal SKA

Mamnoor nggak peduli siapapun kalau sudah ngelihat air. 
Dari awal sudah dilarang jangan main air,tapi dia tak peduli, 
terus saja berlari menuju air mancur di sebuah Mal SKA tak jauh dari rumah.





Anak-anak kalau sudah ngelihat air, maunya nyebur aja. Lihat aja di air mancur Mal SKA ini.