Rabu, Agustus 05, 2009

Jalan ke PLTA

  
Emakku sempat tertidur ketika sampai di balai-balai pinggir jalan PLTA.

  
Mamnoor yang ikut menikmati keindahan PLTA

Debit air yang berkurang masih bisa dilihat dari atas tebing. Sebelumnya, kawasan danau tersebut merupakan perkampungan penduduk.

(Maktuo, Julia, Nuha dan Silmi sedang nyantai di balai-balai yang ada di pinggir jalan PLTA Kotopanjang)

Weekend kemaren, Sabtu (1/8/2009), saya+Mamnoor, emak, maktuo, Julia+suami (mawardi)+2 anak (nuha dan silmi) ingin jenguk adik yang tinggal di Bangkinang, kabupaten Kampar. Jarak Pekanbaru ke Bangkinang hanya memakan waktu 2 jaman (kondisi nyantai). Kata emak, kangen dengan Hakim dan keluarga. Apalagi besan (mertua Hakim) dari Lampung kebetulan ada. Keinginan itu makin membuncah di hati emak khususnya. Ya...saya jembatanilah keinginan emak itu dengan melobi adik ipar yang kelihatannya off hari Sabtu tersebut. Gayung bersambut. Kami pun sepakat berangkat. Sebelumnya saya menghubungi Hakim di Bangkinang. Nggak nyambung-nyambung. Saya ulang-ulang. Begitu juga sedang di luar jangkauan. Saya bosan dan tak lagi calling Hakim sampai mau berangkat sekitar pukul setengah sebelas pagi.

Setelah agak satu jam perjalanan, saat kami sampai di Pasar Kampar, HP saya berdering. ternyata dari Hakim. E..ngak tahunya dia sudah nyampe di Pekanbaru bersama mertua, istri dan anaknya. Kami yang sudah kadung separo jalan, nekat melanjutkan perjalanan. Tujuan jadi berubah. Dari silaturahmi menjadi jalan-jalan. Soalnya jarang-jarang punya kesempatan ke luar kota karena keterbatasan waktu dan urusan masing-masing. Hakim ngerti dan kami pun lanjut menuju kawasan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air).
Di kawasan ini pemandangannya cukup menarik. Tenaga air
yang digunakan untuk pembangkit bukan saja dari air sungai Kampar yang sudah ada dari sononya. Tetapi ratusan perkampungan masyarakat yang terdiri dari ribuan KK ditenggelamkan. Dibuatlah danau yang cukup luas untuk tenaga listrik yang saat ini sangat memprihatinkan tersebut. Ribuan warga dibuatkan perkampungan baru di area perbukitan. Kebetulan kondisi geografis Kampar terdiri dari bukit dan lembah. Di sini tak ada gunung. Yang ada hanya bukit termasuk bukit barisan yang sambung menyambung di sepanjang pulau Sumatera.
Kenapa kami memilih PLTA? Kami penasaran dengan kondisi listrik yang byar-pet beberapa bulan terakhir ini. Pokoknya bukan seperti minum obat lagi. Lebih dari itu. Sebentar hidup, sebentar mati. Kadang matinya yang malah lama. Tak sedikit warga marah dan sumpah serapah terhadap
perusahaan penerang ini tak bisa terelakkan. Alat elektronik banyak yang rusak dan tagihan
bukannya menurun tapi malah melonjak. Siapa yang nggak sewot kalau begini???
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

selamat berkomentar