Kamis, Agustus 13, 2009

Balada Pohon Ceri



Jarak musalla dengan rumah hanya beberapa meter saja. Karena jarak yang dekat itulah saat status musala berubah menjadi masjid, kami harus berpartisipasi. Kalau partisipasi goro, sudahlah, tak usah dipertanyakan. Itu pasti. Wajib hukumnya.
Kebetulan salah satu syarat perubahan status musala jadi masjid harus ada akses jalan. Nah ini yang menjadi kendala. Arah kanan kiri masjid sudah ada jalan. Giliran depan belum ada. Adapun jalan hanya jalan setapak milik kami (orangtuaku). Itu pun hanya beberapa meter saja. Sementara yang di depan rumah kami, merupakan rumah kosong. Si empunya merupakan seorang anggota DPRD Pekanbaru dan berhasil lagi menjadi wakil rakyat pemilihan kemaren. Sayangnya, suara anggota dewan tersebut bisa dihitung di TPS kami. Jadinya, susah juga kalau minta jalan. Tapi, ya, seorang yang berjiwa besar, kan, nggak mesti mengaitkan itu semua. Itu picik namanya alias nggak berjiwa lapang. Apalagi ini tabungan akhirat, amal jariyah yang nggak akan putus. Partainya lambang Ka'bah lagi. Wah..terlalu kalau nggak mau ngasi jalan untuk kepentingan bersama.
Nah, mungkin pertimbangan amal (mudah2an begitu), anggota dewan ini mau menyumbangkan tanahnya selebar satu meter untuk jalan setapak. Syaratnya, kami juga harus menambah jalan tersebut selebar 60 cm. Tak diminta pun selama ini depan rumah kami juga sudah dibuat jalan. Tapi karena itu syarat darinya dan dia akan membatalkan kalau kami tak mau, jelas saja syarat tersebut kami setujui. Cukup kami sebagai wakil keluarga yang mengiyakan itu. Setelah itu orangtua juga tak bermasalah.
Selama ini di depan rumah kami berdiri pohon ceri. Buahnya dinikmati banyak orang, sebab siapa saja boleh mengambilnya. Apalagi anak-anak. Hampir setiap hari manjat dan bermain di pohon ceri tersebut. Yang lebih utama, pohon tersebut mampu mencegah pemanasan global. Paling tidak penghijauan lah. Juga, dengan adanya pohon itu bisa menyaring partikel debu, dan...yang paling penting kayaknya, untuk pelindung. Pohon ceri ini cukup menyejukkan. Kalau nongkrong di depan rumah, sangat nyaman. Apalagi sekarang musim kemarau, keberadaan pohon ini sangat membantu mengurangi efek panas.
Lho.....tapi kok ya disuruh tebang. Sayang banget. Kontan aja kami menolak. Tujuan utama jalan tersebut kan untuk jalan setapak dan untuk kendaraan roda dua. Kalau hanya untuk itu, sangat tidak mengganggu. Malah membantu yang lewat. Kalau memang dilewati roda empat, kami keberatan. Sangat sangat mengganggu. Anak-anak banyak, dan pasti debu langsung masuk rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

selamat berkomentar