Rabu, Mei 20, 2009

HERCULES PENUH KENANGAN


Keluarga besar yang akan mengantar kepergian kami mondok dan menumpang hercules. Aku dan Meimun sangat sedih waktu pertama kali mau mondok. Lihat aja mataku sembab habis nangis.


Peristiwa Hercules yang jatuh di Magetan pagi Rabu (20/5/2009), mengingatkanku kepada pesawat ini. Pesawat yang didalamnya bisa buat main bola itu (saking lapangnya), termasuk banyak berjasa padaku. Banyak kenangan terukir dengan pesawat ini.
Pertama. Ketika aku menginjak Pulau Jawa, ingin mondok di Pesantren Pabelan. Kami (aku, ibu, adikku dan Meimun, ibunya, Mas Muttaqin, adik Meimun Sugeng) mendapatkan kesempatan menaiki pesawat AU itu. Hanya kami yang menumpang dan beberapa orang lainnya menuju Madiun. Sebelumnya transit dulu di Halim Perdana Kesuma, Jakarta. Saat itu tahun 1981. Soekarno Hatta belum ada. Bandara di Jakarta baru Halim dan Kemayoran.
Alhamdulillah, kami selamat sampai tujuan. Sebetulnya tujuan kami ke Demak dulu, tapi karena Hercules landingnya di Madiun, ya, terpaksa mengikuti jalurnya Hercules. Namanya aja numpang. Kalau mau ikut, yuk..kalau nggak, ya, cari tumpangan lain. Dari Madiun kami langsung ke Demak, tempat keluarga besar Meimun sebelah bapak tinggal. Hampir sebulan lamanya kami diam di Demak. Banyak sekali yang harus kami (khususnya keluargaku) sesuaikan dengan budaya masyarakat Demak. Maklumlah, kami dari Sumatera (Pekanbaru-Riau) agak berbeda dengan Jawa, terutama soal makanannya. Tidak seperti sekarang. Pengaruh globalisasi ada di mana-mana. Semua yang ada di kota A, ada juga di kota B, C dan seluruh Indonesia. Contoh: Tahun 80-an, di Pekanbaru belum familiar dengan yang namanya tahu dan tempe. Apalagi kami yang tinggal di tepi sungai, yang hampir setiap hari makan ikan sungai. Ketika di Jawa, kami harus menyesuaikan dengan menu baru, yang sangat asing di lidah kami. Begitu pula dengan tehnya. Pokoknya, banyak sekali perubahan yang kami hadapi. Dan itu ternyata sebagai bekalku hidup di pondok, yang lebih dulu digembleng di Demak.
Kembali ke soal Hercules. Ada beberapa kali aku menumpang dengan pesawat ini. Baik dari Pekanbaru Jakarta, atau Jakarta ke Pekanbaru. Yang ku ingat dan tak mungkin aku lupakan, ketika aku mau pulang ke Pekanbaru. Sebelumnya terjadi peristiwa meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat (1984?). Akibatnya, ratusan warga Galunggung ditransmigrasikan ke Riau. Aku tak tahu awalnya kalau aku akan bergabung dengan ratusan warga korban Galunggung itu. Tahunya setelah berada di Halim Perdana Kusuma. Itu pun saat kami diminta naik pesawat. Aku pikir, warga korban Galunggung itu naik pesawat lain. Walau sama-sama hercules, mungkin hercules lainnya. Dalam pikiranku, tak mungkin kan kami bisa numpang dengan rombongan transmigran.
Eh, ternyata kami satu pesawat. Mungkin karena aku numpang, aku naiknya terakhir. Aku dapat duduk di dekat pintu. Wah..kasihan deh, dikirain rombongan korban Galunggung. Duduknya berdesakan. Padahal biasanya lapang banget. Bisa manjat kalau ingin lihat ke luar. Soalnya kaca Hercules kan tinggi. Ngga seperti pesawat komersil, kacanya langsung didekat kepala kita. Pokoknya saat itu aku harus sabar menunggu sampai di Bandara Simpang Tiga Pekanbaru. Sabar, karena duduknya nggak nyaman. Sabar karena bercampur dengan (maaf) bau nano-nano. Tapi sebenarnya aku bersyukur banget. Dengan begitu aku punya pengalaman baru yang menurutku sangat langka. Banyak pengalaman baru yang kutemui saat itu. Bagaimana kondisi mereka sesungguhnya, apa harapan mereka, dan apa saja yang mereka bawa. Aku sempet bercerita dengan mereka. Rumah mereka memang habis rata tersapu lahar. Tak ada yang bisa lagi mereka harapkan kalau tetap bertahan di kaki galunggung. Lagi pula program transmigrasi membawa harapan baru bagi kehidupan mereka.
Ketika pesawat mau landing, aku sangat senang, karena tak lama lagi akan bertemu dengan keluarga tercinta setelah satu tahun tak bertemu. Saat benar-benar landing, pintu dibuka, akulah orang pertama keluar dari pesawat, karena posisiku yang duduk di dekat pintu. Oya, jangan dibayangkan kalau setelah buka pintu muncul tangga untuk turun, seperti pesawat reguler.
         Yang membuatku surprise ketika mau keluar, aku (kami penumpang Hercules) langsung disambut dengan tari-tarian oleh dara-dara jelita. Wow! Benar-benar pengalaman yang menarik. Ternyata pemerintah setempat (Riau) memang siap menyambut para pendatang baru. Tapi aku tak mau berlama-lama. Setelah menyiapkan semuanya, aku langsung pulang. Biarlah mereka disambut dengan acara seremonial lainnya.

2 komentar:

  1. jangan-jangan hercules itu yang kamu tumpangin dulu nggak....

    BalasHapus
  2. kenapa sih susah banget komennya.....

    BalasHapus

selamat berkomentar