Senin, Maret 23, 2009

Nggak Boleh Bohong

'''Mama jangan bohong, masa' nggak ingat apa kata ustad kemaren?'' ujar Ifa yang membuatku tersipu malu.
''Nggak Ifa, mama nggak bohong. Maksud mama tuh, mama nggak ada duit kecil,'' jawabku mencoba menetralisir pendapat Ifa tentangku.Setelah itu aku lihatkan kepadanya lembaran uang limapuluhribuan, sebagai tanda aku memang tak punya uang recehan. 
Beberapa malam lalu, di MDA (Madrasah Diniyah Awaliyah) Ifa menggelar Maulid Nabi SAW. Selain itu, mauludan diramaikan dengan pembagian hadiah aneka lomba untuk anak-anak MDA. Nah, Ifa karena merasa ikut lomba cerdas cermat dan berhasil meraih juara dua, sangat berharap kalau kami orangtuanya ikut hadir. Paling tidak menyaksikan dia mengambil hadiah dari guru. Biar Ifa tak berkecil hati, kami akhirnya menghadiri acara maulud tersebut. Tentunya setelah aku kembali dari kantor, sekitar jam delapan malam.
Sebelum pembagian hadiah bagi pemenang lomba, lebih dulu diisi dengan ceramah agama maulud. Salah satu isi ceramahnya tentang kenakalan anak-anak sekarang yang berbuat semaunya, bahkan kalau perlu membohongi orangtuanya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Menurut Ustad itu salah satu penyebabnya, karena orangtua suka berbohong dengan anaknya. Contoh kecilnya soal jajan. Orangtua sering mengatakan kalau dia tak mempunyai uang ketika si anak meminta jajan. Padahal...di dalam saku ada uang. Kebohongan seperti itu juga bisa mempengaruhi prilaku anak.
Saat ustad mengatakan itu, aku ingat Ifa langsung menoleh ke belakang tempat aku duduk, sambil tersenyum. AKu tahu maksud Ifa, kalau ustad itu secara tidak langsung menyindirku. Karena aku sebagai mamanya suka mengatakan hal itu.
Kita tidak sadar kalau hal itu memang bisa mempengaruhi psikologis anak. Padahal maksud kita adalah biar anak tidak terus jajan. Sebab, baru saja dia diberi jajan, sebentar kemudian minta lagi. Jawaban yang menurut kita ampuh itu ternyata berakibat fatal. Diam-diam anak memberontak dalam hatinya. Apalagi kalau tak lama mengatakan uang kita tak ada, kita membeli sesuatu, meski itu untuk keperluan rumah tangga. Misalnya, minyak goreng atau gula.
''Katanya mama nggak ada uang. Itu kok bisa beli gula,'' protes Ifa suatu waktu.
Terpaksalah kita menjelaskan bedanya jajan dan belanja keperluan rumahtangga yang notabenenya untuk bersama.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

selamat berkomentar