Selasa, April 28, 2009

Kandas di Tengah Laut


(Nasori termenung menunggu air laut pasang. Kapan ya bisa terbebas dari tengah laut ini?)
Jarak Rupat dengan Malaka yang cukup dekat, membuat kondisi sosialnya mempunyai kemiripan. Bahkan di Rupat juga berlaku uang ringgit. Barang-barang yang beredar lebih banyak keluaran Malaysia. Termasuk sepeda motor. Warga Rupat lebih suka membeli dari Malaysia. Harganya sangat murah. Contoh, sepeda motor merek Honda atau Yamaha, yang kalau di Dumai (Indonesia) harganya belasan juta rupiah, di Rupat bisa dibeli dengan harga dua juta sampai empat jutaan. Makanya, kalau ke Rupat jangan heran banyak warga yang memiliki sepedamotor tanpa nomor polisi.
Jalan-jalan yang ada di Rupat juga lebih banyak jalan setapak yang hanya disemenisasi.
Maklumlah, saat aku ke sana belum ada mobil. Katanya cuma ada satu, mobil dinas milik Pak
Camat. Sayangnya, jalan ini cepat rusak oleh rendaman air laut saat sedang pasang. Soalnya
kalau air laut pasang, ada beberapa jalan yang terendam, kadang sampai lutut. Dan inilah
salah satu infrastruktur yang harus digesa pembangunannya oleh pemda setempat, jika Rupat
ingin dikembangkan menjadi tujuan wisata baru di Riau.
Kalau saya mendengar perkembangannya sekarang, kemajuan Rupat sudah lumayan. SUdah
banyak dana APBD yang diprioritaskan untuk pembangunan di Rupat. Mungkin saja motor-motor yang ada di sana sudah ada platnya. Itu artinya masyarakat harus membayar pajak
kendaraannya. Rasanya, ingin sekali aku ke Rupat lagi. Seperti apa ya perkembangannya
sekarang?


(Teman-teman pria mencoba mendorong speedboat yang kandas, tetapi tak berhasil. Kami harus menunggu air laut pasang dulu)

Setelah puas berjalan di Rupat kami pun kembali ke Bengkalis. Tapi kami tak mau langsung
menuju Bengkalis. Kami ingin memutar ke kiri berlawan arah ke Bengkalis yang mengarah ke
kanan. kami ingin melewati selat morong yang membelah dua Pulau Rupat itu. Jarak tempuhnya
memang agak lama. Yang namanya jalan-jalan dan ingin tahu, waktu tidak kami persoalkan.
Pemandangannya cukup asyik. Dari kejauahan tampak sebuah pulau yang timbul tenggelam.

Kalau tak salah itu Pulau Babi. Kadang dia muncul dan kadang dia tenggelam, hanya sedikit
saja yang terlihat. Kami teus melaju. Tapi tiba-tiba speed kami tak bisa melaju dan akhirnya
berhenti di tengah laut. Aku yang tak biasa mengalami seperti itu rada khawatir juga.

Ternyata kami kandas menabrak beting (kawasan laut yang tak dalam. Tanahnya agak tinggi).
Karena tak bisa menggerakkan speed, kami terpaksa berhenti dan menunggu air laut pasang
lagi.Sementara itu temen-temen cowok keluar dari speed sekalian ingin tahu berapa benar
kedalaman air sehingga kami bisa tersangkut. Pantas saja kandas, kedalaman air cuma selutut
orang dewasa. Cukup lama juga kami terdampar di tengah laut tersebut. Lagian siapa yang
menyangka kami terkena beting itu. Sama sekali tak kelihatan, sebab keberadaan kami jauh
dari pantai.
Setelah air laut sudah mulai pasang, temen-temen mencoba mendorong speedboat ke tempat
yang lebih dalam. Setelah berhasil dan mesin bisa dinyalakan, kami pun melanjutkan
perjalanan menuju selat morong. Di selat ini sedang dibangun sebuah jembatan penghubung
(mungkin sekarang sudah selesai dan sudah pula dimanfaatkann warga setempat). Selama ini
masyarakat menyeberang menggunakan rakit besar atau feri.
Keluar dari selat morong barulah ke laut lepas meninggalkan Pulau Rupat menuju
Bengkalis. Kami pun bermalam lagi di Bengkalis. Keesokan harinya, barulah kembali ke
Pekanbaru dengan Alita Ekspres, yang cukup kencang. Sekitar tiga jam, tiba di Pelabuhan
Sungai Duku Pekanbaru.

Sambil menunggu air pasang, beberapa teman bermandi-ria dulu.


1 komentar:

selamat berkomentar