Rabu, April 22, 2009

Meninjau Pulau Terluar Rupat Utara


Dari kejauhan nampak pantai pasir putih Rupat Utara. Dari Speedboat kami terpaksa naik perahu untuk mencapai pantai, sebab speedboat tak bisa berlabuh karena tak air laut sedang surut dan pelabuhan tak ada.

Teman-teman rombongan penulis asal Bengkalis-Siak. Oji (Kepala BUMD Pelalawan), Kasdi (Pimpinan Perusahaan Koran Riau), Erianto Hadi (Wapimum Dumai Pos), Edi Yatim (sekarang anggota DPRD Riau dari Demokrat, sebelumnya Pimum Koran Riau). Dua di samping pakai topi wartawan di Bengkalis.

Berpose di bebatuan paling ujung Pulau Rupat berdekatan dengan tower yang memantau aktivitas di Selat Malaka.

Pulau Rupat terbagi dua bagian, Rupat Selatan dan Rupat Utara. Kedua pulau ini dibelah oleh selat morong. Rupat Selatan lebih dekat dengan Dumai, ibukota kecamatannya Batu Panjang. Di Rupat Selatan pantainya berlumpur dan banyak ditumbuhi pohon bakau. Sementara di Rupat Utara bahkan sepanjang pulaunya yang berhadapan langsung dengan selat Malaka berupa pasir putih. Jika air laut surut, pantai putih ini terbentang indah. Karenanya pantai Rupat Utara ini dinilai sangat potensial untuk pengembangan wisata. Dan potensi itu saat ini terus digali dengan mengundang berbagai investor.
Saya bersama kawan-kawan yang mengatasnamakan penulis dari Bengkalis-Siak, suatu waktu tahun 2004 lalu, tertarik mengunjungi pulau terluar Indonesia yang sering menjadi pembicaraan pemerintah setempat ini. Seperti apa betul potensi yang dimiliki Rupat Utara terutama pantainya yang cukup indah itu.
Dari Pekanbaru kami berangkat dulu ke Bengkalis dengan kapal Mulia Kencana. Naik kapal ini jarak tempuh Pekanbaru Bengkalis bisa empat jam lebih. Sementara naik speedboat lebih kurang bisa tiga jam. Itu dikarenakan, kapal ini harus berjalan lambat ketika melewati perkampungan penduduk. Tujuannya agar abrasi tidak semakin parah. Akibat dari abrasi ini sudah puluhan bahkan ratusan rumah penduduk tenggelam. Untuk memperlambat (sebab abrasi tetap saja terjadi selama tidak dibuat turap sebagai penahan) abrasi, setiap kapal berukuran besar dilarang menggunakan kecepatan tinggi.
Pernah sebuah kapal dari luar negeri dikejar warga setempat karena tidak mengindahkan keinginan penduduk. Mereka dihadang dan dilempari warga. Tentunya peristiwa ini tidak mau dialami oleh kapal-kapal lainnya.
Di Bengkalis, sudah menunggu beberapa orang teman jurnalis yang bertugas di sana. Kami pun menginap semalam di Bengkalis.Esok paginya, kami pun siap-siap menuju Pulau Rupat dengan mencatar Speedboat Terubuk Express. Perjalanan menuju Rupat dari Bengkalis ini juga sangat indah. Beberapa pulau kecil di perairan Riau kami lewati satu per satu, kemudian menempuh selat Malaka. Di perjalanan kami juga sempat melihat beberapa ekor ikan yang berlompatan. Kalau saja kami memancing saat itu, pastilah banyak dapat ikan.
Tak lama, dari kejauhan tampaklah Pulau Rupat bagian Utara dengan pantainya yang cukup luas. Rasanya panjang sekali pantai itu dan sepanjang itu pula pantai berpasir putih itu seolah mengikuti kami. Tepat di Desa Teluk Rhu speedboat kami berhenti di tengah laut. Awalnya saya heran, kenapa berhenti di tengah laut tersebut sementara pantai masih jauh. Ternyata speedboat tak bisa berlabuh karena tak ada pelabuhan, dan air laut sedang surut. Sedangkan pelabuhan yang ada di Tanjung Medang, letaknya paling ujung di Pulau Rupat. Jalan satu-satunya menuju pantai, kami dijemput sebuah perahu. Kira-kira air laut selutut, barulah kami turun menuju penginapan yang letaknya di bibir pantai. Pantes saja kami berhenti di tengah laut yang tak jauh dari penginapan.






2 komentar:

selamat berkomentar